Berazaskan Alqur`an-Hadists dan Pancasila serta Islam ahlusunah wal jamaah Assyafiyyah Annahdiyah.
Sebagai putera transmigran OKU Timur pertama yang menamatkan studi di Pesantren Lirboyo Kediri bahkan sempat menyelesaikan Bacholoriat of Art di Jurusan Syariah Institut Agama Islam Tribakti (IAIT) Kediri, Kiai Affandi telah mengembangkan motivasi belajar santrinya. Sosok yang juga merupakan alumni pertama Madrasah Pesantren Subulussalam Sriwangi ini menyatakan kepada santrinya, bahwa siapa saja yang tekun mengaji dengannya juga akan bisa seperti teman-temannya yang menempuh pendidikan formal atau umum. Motivasi ini benar-benar menguatkan semangat belajar mereka sehingga 14 orang dari santri Kiai Affandi di Desa Trimoharjo ini berkenan pula mengikuti jejak gurunya untuk hijrah ke Desa Sukaraja.
Hijrahnya Kiai Affandi sekeluarga bersama rombongan santri yang berjumlah 14 orang dari Desa Trimoharjo ini menjadi momentum bagi berdirinya Pondok Pesantren Nurul Huda Sukaraja. Bertepatan tanggal 09 September 1980, Kiai Affandi memenuhi ajakan Haji Mustamar yang sebelumnya pernah mengantarkan Kiai Suhadi memberikan mauidzhah hasanah pada Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) di Masjid Desa Trimoharjo. Kehadiran Kiai Affandi ini selanjutnya mendapatkan dukungan dari tokoh-tokoh masyarakat Desa Sukaraja yang pendidikan sebelumnya telah dirintis oleh Kiai Rubian dan Kiai M. Yusuf. Selain Haji Mustamar yang juga merupakan Bendahara Pengurus Masjid Desa Sukaraja, Haji Purbani selaku Ketua Pengurus Masjid Desa Sukaraja, Kiai Ali Hakim dan Ustadz Wasiman adalah tokoh Desa Sukaraja yang secara penuh lahir dan batin mendukung gerak perjuangan pendidikan Kiai Affandi. Bahkan, kedua tokoh terakhir merupakan sosok yang paling sering hadir di setiap langkah perjuangan Kiai Affandi.
Perjuangan Kiai Affandi untuk menumbuhkembangkan Pendidikan Salafiyah Plus lewat Pesantren Nurul Huda Sukaraja bukanlah upaya yang mudah. Selain mendapatkan dukungan, juga mendapatkan kritikan bahkan penolakan. Kritikan dari salah guru Kiai Affandi menitikberatkan keberadaan pendidikan formal dan umum yang dikhawatirkan dapat menggeser ruh pesantren yaitu pendidikan salafiyah atau pengajian kitab kuning. Sementara penolakan yang datang dari sekelompok kecil tokoh masyarakat Desa Sukarajaberujung pada teror psikis dan fisik yang menyasar keluarga dan kediaman Kiai Affandi. Penolakan ini utamanya karena keseriusan Kiai Affandi dalam menumbuhkembangkan Pesantren Salafiyah Plus dengan mendirikan unit pendidikan formal berupa Madrasah Tsanawiyah (MTs) Nurul Huda pada Tahun Pembelajaran 1982/1983 atau dua tahun setelah berdirinya Pesantren Nurul Huda Sukaraja. Namun, kritikan dan penolakan ini direspon oleh Kiai Affandi secara lapang dada. Sebab Kiai Affandi menyadari bahwa gerakan Pendidikan Salafiyah Plus Pesantren Nurul Huda Sukaraja memang berada di luar tradisi pendidikan umumnya pesantren kala itu.
Pendidikan Salafiyah Plus merupakan gerakan Pesantren Nurul Huda Sukaraja dalam melestarikan tradisi pendidikan salafiyah yang diterapkan Pesantren Subulussalam Sriwangi sekaligus mengembangkan kualitasnya seperti yang diterapkan Pesantren Lirboyo Kediri. Keberadaan Pesantren Subulussalam Sriwangi pada latar belakang Pesantren Nurul Huda Sukaraja dan kehadiran Pesantren Lirboyo Kediri pada latar depannya menumbuhkan kualitas kesadaran maksimal Pesantren Nurul Huda Sukaraja sebagai lokomotif Pesantren Salafiyah Plus di Provinsi Sumsel dan bahkan di wilayah Sumbagsel. Kualitas kesadaran maksimal yang muncul berkat dukungan optimal sosok tokoh kiai aktivis, organisatoris dan administrator handal. Adalah KH. Drs. Sholeh Hasan yang bersedia diajak Kiai Affandi untuk membantu mengembangkan Pesantren Nurul Huda Sukaraja.
Berdirinya MA pada tahun 1986, terbitnya Akta Notaris Pesantren Nurul Huda Sukaraja pada tahun 1988, bergabungnya Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah (MII) menjadi MI Nurul Huda Sukaraja pada tahun 1993, berdirinya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pada tahun 1994, Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) pada tahun 1994, Ma’had Aly pada tahun 1994 dan Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS) pada tahun 1997. Itu semua tak dapat terlepas dari peran Kiai Sholeh.Keberadaan Ma’had Aly dan PTAIS Nurul Huda Sukaraja ini adalah bukti terkemuka dari kiprah besar Kiai Sholeh dalam pengembanganPesantren Nurul Huda Sukaraja sebagai Pesantren Salafiyah Plus.
Keberadaan Ma’had Aly dan PTAIS ini merupakan salah satu indikator keberhasilan gerakan Pendidikan Salafiyah Plus Pesantren Nurul Huda Sukaraja periode empat puluh (40) tahun pertama. Bahkan, PTAIS Nurul Huda merupakan perguruan tinggi umum pesantren pertama di Sumbagselyang kemudian berubah format menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Nurul Huda pada tahun 1999 dan bertransformasi kembali sebagai Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Nurul Huda pada tahun 2007. Sebagai perguruan tinggi pesantren, STKIP Nurul Huda justru merupakan pelopor perguruan tinggi di wilayah OKU Timur, OKU Selatan, OKU, OKI, OI, Muara Enim dan Way Kanan.
Bentuk fisik dari kualitas transformasi Pendidikan Salafiyah Plus Pesantren ini, sekali lagi, merupakan bagian dari ketokohan Kiai Sholeh Hasan.Hingga beliau wafat pada tahun 2008, setahun setelah proses peresmian STIT menjadi STKIP Nurul Huda, Pesantren Nurul Huda Sukaraja semakin tampil sebagai lokomotif bagi gerakan transformasi sosial transmigran khususnya petani Jawa di Sumbagsel. GerakanPendidikan Salafiyah Plus Pesantren Nurul Huda Sukaraja yang dipimpinnya telah berhasil menjadikan OKU Timur sebagai lumbung pesantren serta warga Nahdlatul Ulama (NU) di Sumsel. Bahkan, gerakan pendidikan ini telah pula melahirkan elit-elit pemimpin daerah hingga mendudukkan Drs. HM. Syahri sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) OKU Timur dan H.M. Kholid Mawardi sebagai Bupati OKU Timur.
Transformasi berikutnya dari perjuangan Pesantren Nurul Huda Sukaraja kembali terjadi. Setelah 20 tahun lamanya kepemimpinan Pesantren dipercayakan kepada Kiai Sholeh Hasan, pada tahun 2008 Kiai Affandi memimpin kembali Pesantren Nurul Huda Sukaraja. Pada periode ketiga kepemimpinan Pesantren Nurul Huda Sukaraja atau periode kedua kepemimpinan Kiai Affandi ini, transformasi yang progresif terkait peningkatan kuantitas dan kualitas gerakan Pendidikan Salafiyah Plus kembali terjadi. Kewajiban mondok di asrama bagi santri yang sempat mengendor, pada tahun 2010 kembali ditegakkan. Puncaknya, pada tahun 2012 didirikanlah Asrama Putri pada SMK Nurul Huda Sukaraja.
Terkait keamanan yang melemah dengan maraknya aksi pembegalan sepeda motor bahkan sampai menghilangkan nyawa korbannya di wilayah Buay Madang terkhusus kawasan Sukaraja dan sekitarnya, maka pada tahun 2013 dibangunlah Kampus C STKIP di Desa Tanah Merah Kecamatan Belitang Madang Raya OKU Timur. Pembangunan ini menandai pula berdirinya Pondok Pesantren NurulHuda II yang selain menaungi Kampus C STKIP Nurul Huda juga mengelola Sekolah Menengah Terpadu (SMT) Nurul Huda yang mengintegrasikan pendidikan salafiyah dengan pendidikan bahasa Arab dan Inggris. Sementara pada tahun 2015 Unit Pendidikan Takhasus dikembangkan di lokasi persawahan dengan nama Asrama Al-Umamy Pondok Pesantren Nurul Huda Sukaraja. Program yang konsentrasinya pada Tafaqquh Fiddin dan Tahfidzhul Quran ini mengintegrasikan kegiatan pendidikan sekolah dan asrama secara lebih intensif.
Pada tahun 2017, Pesantren Nurul Huda Sukaraja kembali meningkatkan kapasitasnya dengan mendirikan Pondok Pesantren Nurul Huda III. Pendirian cabang yang berlokasi di ibukota Kabupaten OKU Timur, Martapura ini ditandai dengan pembentukan kepanitiaan yang dipimpin oleh H. Imam Rodin, S.Ag., M.Pd. Penunjukan mantan Ketua Ikatan Alumni Nurul Huda (IKANUHA) yang juga mantan Ketua PCNU OKU Timur, mantan Pembantu Ketua III STKIP Nurul Huda dan mantan Ketua DPC PKB OKU Timur ini sebagai momentum bergeraknya regenerasi kepemimpinan Pesantren ini yang berbasis alumni. Mulai saat ini, digagas perubahan STKIP Nurul Huda menjadi IKIP Nurul Huda.
Pada tahun 2018, terjadi perubahan struktural di Pesantren Salafiyah Plus terbesar di Sumsel ini. Kyai Affandi selaku tokoh pendiri dan pengasuh Pesantren ini meremajakan kepengurusan Yayasan Pesantren ini. Beliau mundur dari Ketua Yayasan Pondok Pesantren Nurul Huda Sukaraja dan menunjuk alumni tertua, Drs. H. Tasdiq, M.Pd.I., sebagai penggantinya. Didampingi para yunior sebagai langkah jelas dan tegas untuk regenerasi kepengurusan Pesantren ini. Kyai Affandi sendiri menjadi Ketua Dewan Pembina dan para pengurus senior Yayasan Pesantren ini kemudian menjadi Anggota Dewan Pembinanya.
Langkah regenerasi dan kederisasi struktural Pesantren ini dilanjutkan pada tahun 2019. Kali ini dengan penyegaran kepemimpinan unit-unit di lingkungan Nurul Huda. STKIP Nurul Huda menjadi istimewa karena melalui langkah ini, Unit Pendidikan Tinggi Pesantren ini mulai dipercayakan kepada alumni. H. Imam Rodin, S.Ag, M.Pd., dipilih sebagai Ketua STKIP Nurul Huda dan fase baru STKIP Nurul Huda pun dimulai dengan mengundang tokoh nasional sebagai pembicara orasi ilmiah atau kuliah umum. Adalah Profesor Imam Suprayogo pada Sidang Senat Terbuka Wisuda STKIP Nurul Huda tahun 2019 menyampaikan dalam orasi ilmiahnya bahwa STKIP Nurul Huda sudah layak menjadi Universitas Nurul Huda.
Maka mulai saat itulah Kyai Affandi memerintahkan jajaran pengurus Yayasan dan pengelola STKIP Nurul Huda untuk secara lebih serius memperjuangkan perubahan bentuk STKIP Nurul Huda. Format yang dituju sudah Universitas Nurul Huda mengingat pertimbangan strategis maupun teknis. Hingga dibentuklah kepanitiaan khusus untuk itu.
Pada tahun 2020, Pesantren ini kembali mendapatkan kepercayaan masyarakat. Adalah masyarakat Desa Sukamulya, Kecamatan Lempuing, Kabupaten OKI, menghibahkan lahannya untuk pembangunan cabang Nurul Huda di OKI. Pada akhir tahun itu, dibentuk pula kepanitiaan pembangunan PPNH Sukamulya OKI. Ditargetkan pada tahun 2022 cabang Nurul Huda ketiga ini sudah dapat beroperasi.
Sementara pada tahun 2021 ini, cabang kedua Nurul Huda atau PPNH Martapura sudah finishing pembangunan tahap kedua sarana fisiknya. Tahun Akademik 2021/2022 sudah mulai pula menerima peserta didik baru untuk Sekolah Dasar (SD) Alquraniyah dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Alquraniyah. Pada PPNH II ini juga akan didirikan Sekolah Teknologi Alquraniyah. Kini, Pesantren ini tengah meningkatkan perjuangannya dengan fokus pada upaya mengaktifkan kembali Ma’had Aly Nurul Huda, pembukaan Program Pascasarjana STKIP Nurul Huda Sukaraja berbasis Program Studi PAI dan transformasi STKIP menjadi Universitas Nurul Huda.